Materi Perkuliahan

Kekayaan Gaya Bahasa dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata telah menjadi salah satu karya sastra Indonesia paling populer sepanjang masa. Novel ini tidak hanya populer di Indonesia, namun juga telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa dan menjadi bestseller di berbagai negara.

Salah satu faktor yang menjadikan novel ini begitu digemari adalah kekayaan gaya bahasa yang digunakan Andrea Hirata dalam mengisahkan kisah pendidikan dan perjuangan hidup di SD Muhammadiyah Belitung Timur pada masa Orde Baru.

Beragam Gaya Bahasa Menghiasi Setiap Bab

Andrea Hirata menggunakan berbagai jenis gaya bahasa kiasan di sepanjang novel Laskar Pelangi. Gaya bahasa ini antara lain:

Majas Hiperbola

Gaya bahasa hiperbola atau hyperbole digunakan untuk menggambarkan sesuatu secara berlebihan. Tujuannya adalah untuk memberi tekanan pada suatu pernyataan sehingga pembaca dapat memahaminya dengan sangat jelas.

Contoh majas hiperbola dalam Laskar Pelangi:

“Aku seperti napi yang baru bebas saja. Tubuhku serasa ringan, melayang-layang di awang-awang.”

Kalimat di atas jelas merupakan gaya bahasa hiperbola karena seseorang yang baru bebas dari penjara tidak mungkin benar-benar merasa tubuhnya ringan dan melayang-layang. Andrea Hirata menggunakan majas ini untuk menggambarkan perasaan bahagia luar biasa yang dirasakan tokoh akibat diterima di SMP favorit.

Majas Personifikasi

Personifikasi atau personification adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati atau ide abstrak seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan.

Berikut contoh personifikasi dalam Laskar Pelangi:

“Mentari di ufuk timur masih malu-malu menampakkan semburat oranyenya.”

Matahari digambarkan dengan sifat malu-malu layaknya manusia. Personifikasi seperti ini umum digunakan Andrea Hirata untuk menggambarkan alam dan keadaan di sekitar para tokoh.

Majas Simile

Simile atau perumpamaan adalah perbandingan langsung antara dua hal menggunakan kata-kata seperti: bak, bagai, bagaikan, sebagai, seperti, dan lain-lain.

Berikut contoh simile dalam novel Laskar Pelangi:

“Aku bagaikan butiran debu yang berusaha masuk ke dalam istana.”

Tokoh aku dibandingkan secara langsung dengan butiran debu untuk menggambarkan perasaan kecil dan rendah dirinya saat berusaha masuk SMP favorit di kotanya.

Majas Metafora

Metafora adalah majas perbandingan yang membandingkan suatu objek secara langsung dengan objek lain. Perbedaannya dengan simile, metafora tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti: bak, bagai, bagaikan, sebagai, seperti, dan lain-lain.

Berikut contoh metafora dalam Laskar Pelangi:

“Matahari di punggung kami bagaikan obor yang menerangi jalan.”

Matahari dibandingkan langsung dengan obor tanpa menggunakan kata pembanding. Ini merupakan contoh penggunaan majas metafora.

Majas Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan sesuatu yang terkait untuk menyatakan suatu hal atau objek. Contoh: menyebutkan bagian untuk menyatakan keseluruhan atau sebaliknya.

Berikut contoh metonimia dalam novel Laskar Pelangi:

“Semangat juang para leluhur kami tidak boleh padam ditelan zaman.”

Frasa “ditelan zaman” merupakan gaya bahasa metonimia di mana zaman digunakan untuk mewakili perubahan yang terjadi akibat berjalannya waktu.

Gaya Bahasa Menghidupkan Cerita dan Karakter

Dari contoh-contoh di atas dapat dilihat bahwa Andrea Hirata menggunakan gaya bahasa kiasan dalam novel Laskar Pelangi bukan sekadar hiasan bahasa belaka. Penggunaannya sangat funksional dalam menghidupkan jalan cerita dan karakter para tokoh.

Simile, metafora, personifikasi dan kiasan lain digunakan Hirata untuk membantu pembaca menggambarkan situasi, latar, dan perasaan para tokoh dengan lebih hidup. Dengan demikian, pembaca seolah-olah diajak masuk ke dalam dunia Laskar Pelangi dan merasakan sendiri perjuangan, kebahagiaan, kesedihan yang dialami para tokohnya.

Selain itu, gaya bahasa kiasan yang digunakan Hirata juga sangat membantu dalam menggambarkan karakter dan kepribadian masing-masing tokoh. Misalnya, tokoh Lintang yang digambarkan memiliki karakter jenius, kutu buku dan penuh imajinasi. Karakteristik ini antara lain divisualisasikan lewat gaya bahasa metafora dan personifikasi yang sering muncul dalam setiap deskripsi tentang Lintang.

Demikian pula dengan tokoh-tokoh utama lainnya seperti Mahar, Flo, dan Kucai yang masing-masing memiliki karakter unik dan menggunakan gaya bahasa favorit mereka sendiri dalam bercerita dan berdialog. Ini semakin mempertebal karakter tokoh dan membuat mereka terasa hidup di mata pembaca.

Menyampaikan Pesan Moral dan Kritik Sosial

Kekayaan gaya bahasa dalam Laskar Pelangi juga berperan penting dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan kritik sosial yang ingin disampaikan Andrea Hirata.

Salah satu pesan utama novel ini adalah tentang semangat pantang menyerah dan berjuang melawan kemiskinan demi meraih cita-cita. Pesan ini antara lain disampaikan Hirata lewat penggunaan majas hiperbola dan metafora yang menggambarkan perjuangan para murid SD Muhammadiyah menghadapi kesulitan ekonomi, fasilitas sekolah yang kurang memadai, dan berbagai rintangan lain.

Selain itu, Andrea Hirata juga menyelipkan kritik sosial atas kesenjangan akses pendidikan antara sekolah favorit dan sekolah pinggiran, korupsi dalam tubuh birokrasi, dan berbagai persoalan sosial yang mewarnai masa kecil para tokoh di era Orde Baru. Kritik-kritik ini dikemas apik lewat gaya bahasa satire, sinisme, ironi dan sindiran halus yang menyindir tanpa menggurui.

Kesimpulan

Demikian artikel tentang kekayaan gaya bahasa dalam novel fenomenal Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Kekayaan majas dan bahasa kiasan yang digunakan penulis, selain menghiasi setiap bab cerita juga sangat funksional dalam menghidupkan alur, karakter, latar serta menyampaikan pesan dan kritik sosial.

Kombinasi faktor-faktor inilah yang menurut saya menjadi salah satu rahasia sukses novel Laskar Pelangi yang hingga kini masih tetap relevan dan layak dibaca oleh berbagai kalangan usia, terutama anak muda. Majas dan pilihan kata yang tepat mampu mengangkat cerita sederhana menjadi sebuah mahakarya yang tetap segar dan menginspirasi, bahkan setelah puluhan tahun.

Comments