Materi Perkuliahan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial di Yogyakarta

Photo by Agto Nugroho

Perubahan sosial di Yogyakarta telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, bahkan hingga masa revolusi kemerdekaan dan orde lama.

Berbagai faktor ikut mempengaruhi dan membentuk perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat Yogyakarta dari waktu ke waktu.

Pendahuluan

Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya dan pendidikan yang kaya akan sejarah. Sejak zaman kerajaan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Hamengkubuwono, Yogyakarta telah menjadi pusat kebudayaan dan keilmuan di Pulau Jawa.

Seiring perjalanan waktu, masyarakat Yogyakarta mengalami berbagai perubahan sosial akibat masuknya pengaruh asing maupun modernisasi. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh banyak faktor, yang akan dibahas secara mendalam dalam artikel ini.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan sosial di Yogyakarta sejak masa kolonial Belanda hingga masa kemerdekaan Indonesia. Kita akan menelusuri jejak-jejak perubahan sosial dalam sejarah panjang masyarakat Yogyakarta melalui sudut pandang ilmuwan sosial Selo Soemardjan.

Faktor Industrialisasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu faktor utama yang memengaruhi perubahan sosial di Yogyakarta adalah industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Sejak masa penjajahan Belanda di awal abad ke-20, Yogyakarta sudah mulai diperkenalkan dengan sistem ekonomi kapitalis dan orientasi produksi massal untuk diekspor.

Contoh awal industrialisasi di Yogyakarta adalah berdirinya pabrik gula di daerah Kotagede pada tahun 1920-an atas prakarsa pemerintah kolonial Belanda. Pabrik gula ini merekrut ribuan pekerja dari desa-desa sekitar untuk bekerja di pabrik dengan sistem shift.

Kehadiran pabrik gula dan industry modern ini membawa perubahan sosial bagi masyarakat Yogyakarta yang tadinya hidup dari pertanian tradisional. Mereka kini harus beradaptasi dengan jam kerja yang teratur, aturan yang lebih disiplin, dan meninggalkan pola hidup agraris[1].

Selain pabrik gula, kemajuan di bidang perekonomian juga didorong dengan dibukanya jalur kereta api antara Yogyakarta-Solo dan Yogyakarta-Magelang pada tahun 1887. Jalur kereta ini meningkatkan mobilitas barang dan orang ke berbagai daerah sekitar[2].

Perkembangan ekonomi dan industrialisasi di Yogyakarta pada awal abad ke-20 ini menjadi cikal bakal munculnya perubahan sosial dan gaya hidup masyarakat perkotaan. Mereka mulai mengenal sistem upah dan komodifikasi barang untuk diperjualbelikan.

Peran Pendidikan dan Organisasi Kebudayaan

Faktor kedua yang berpengaruh besar pada perubahan sosial di Yogyakarta adalah kemajuan di bidang pendidikan dan kebudayaan. Pada masa penjajahan Belanda, banyak didirikan sekolah-sekolah barat oleh pemerintah kolonial maupun missi zending Kristen.

Sekolah-sekolah ini menerapkan pendidikan model Barat yang berbeda dengan tradisi pesantren dan madrasah di kalangan Muslim. Siswa-siswa belajar ilmu pengetahuan modern seperti matematika, fisika, sejarah, dan bahasa Belanda. Mereka juga diajarkan keterampilan seperti mengetik mesin tulis, berhitung dengan mesin kasir (kas register), dan sebagainya[3].

Pendidikan ala Barat ini melahirkan kelas terdidik baru di kalangan elite pribumi Yogyakarta. Mereka mendapatkan pendidikan Belanda, lalu bekerja sebagai juru tulis, asisten wedana, jaksa, guru, dan posisi strategis di birokrasi kolonial.

Selain sekolah formal Belanda, organisasi kebudayaan seperti Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara juga turut mendidik generasi muda Indonesia. Taman Siswa mengajarkan pendidikan nasionalisme dan kebudayaan asli Indonesia, di luar pengaruh penjajah[4].

Perkembangan pendidikan dan kebudayaan ini melahirkan elite-elite terpelajar yang kelak menduduki posisi penting di birokrasi maupun menjadi pemimpin bangsa setelah kemerdekaan. Mereka menjadi agen perubahan sosial di tengah masyarakat.

Pengaruh Politik dan Kekuasaan

Pergantian kekuasaan politik dari pemerintahan kolonial Belanda ke pendudukan militer Jepang, lalu masa revolusi kemerdekaan, turut membentuk perubahan sosial di Yogyakarta. Setiap rezim memiliki kebijakan dan ideologi berbeda yang mempengaruhi kehidupan sosial.

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), banyak tradisi feodal yang dihapus seperti hubungan patron-klien antara priyayi dan rakyat jelata. Semua orang dipaksa hidup hemat dan loyal pada militer Jepang. Bahasa dan budaya Jepang juga mulai diperkenalkan[5].

Kemudian pada masa revolusi fisik (1945-1949), terjadi perubahan sosial akibat pergolakan politik yang menegangkan. Banyak elite priyayi dan ningrat Mataram yang memilih untuk tidak berpihak atau mengungsi, sehingga terjadi kekosongan kepemimpinan di Yogyakarta[6].

Kelas menengah terpelajar yang pro kemerdekaan akhirnya bangkit mengisi kepemimpinan di pemerintahan dan militer. Inilah embrio lahirnya kelas pekerja dan profesional sebagai pemimpin di Republik Indonesia.

Jadi moment pergantian kekuasaan dan rezim selalu diikuti perubahan sosial. Kekuasaan yang berbeda membawa ideologi dan kebijakan baru yang memaksa masyarakat untuk beradaptasi.

Westernisasi dan Kapitalisme Global

Pengaruh modernisasi dan kapitalisme global juga kerap disebut sebagai westernisasi yang mempercepat perubahan sosial di tanah Jawa termasuk Yogyakarta. Westernisasi ditandai dengan masuknya produk, gaya hidup, dan budaya global ke tengah masyarakat lokal.

Sejak tahun 1950-1960an, gaya hidup ala Amerika dan Eropa mulai memengaruhi kalangan menengah perkotaan di Yogyakarta. Mereka mulai mengkonsumsi barang-barang impor seperti kendaraan bermotor, kamera, radio transistor, dan peralatan rumah tangga yang dianggap modern[7].

Warung dan restoran cepat saji bergaya barat juga bermunculan di sekitar Alun-Alun Utara dan Kotabaru Yogyakarta. Menu makanan dan minuman baru seperti sandwich, kopi, dan _juice _menjadi tren di kalangan anak muda. Musik pop Barat dari The Beatles hingga Elvis Presley juga digandrungi[8].

Gaya hidup glamor dan konsumerisme ala Barat ini menjadi simbol status sosial. Semakin mampu mengikuti tren modernitas, semakin tinggi gengsi seseorang di mata masyarakat. Hal ini melahirkan perubahan perilaku dan budaya materialistis di tengah masyarakat.

Urbanisasi dan Tumbuhnya Kelas Menengah

Perpindahan penduduk dari desa ke kota besar atau urbanisasi menjadi gejala umum perubahan sosial di banyak tempat. Urbanisasi di Yogyakarta dimulai sejak 1970an dan semakin masif pasca tahun 2000an.

Banyak penduduk desa di Kabupaten Bantul, Sleman, Kulon Progo, dan Gunungkidul bermigrasi ke kota Yogyakarta untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka umumnya bekerja di sektor informal seperti membuka warung, menjadi kuli bangunan, buruh pabrik, atau membuka usaha mikro.

Sebagian migran desa ini juga melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas di Yogyakarta untuk meningkatkan status sosial mereka. Lama kelamaan mereka membentuk kelas menengah baru perkotaan yang terdidik dan konsumtif[9].

Kehadiran kelas menengah inilah yang mendorong tumbuhnya sektor jasa dan properti modern seperti mal, apartemen, kafe, dan pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Gaya hidup konsumtif kelas menengah ini berpengaruh pada perilaku sosial masyarakat kota.

Kesimpulan: Masyarakat Terus Berubah

Demikian faktor-faktor utama yang memengaruhi perubahan sosial di Yogyakarta sejak zaman kolonial hingga era globalisasi sekarang. Perubahan sosial tidak pernah berhenti, karena masyarakat selalu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, informasi, dan gaya hidup dari luar.

Dari masa ke masa, Yogyakarta telah mengalami modernisasi di bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik dan pemerintahan. Nilai-nilai luar yang liberal dan sekuler pun kini sudah mengakar kuat di tengah masyarakat.

Perubahan sosial tentu membawa dampak positif dan negatif. Kita tetap harus bijak dalam menyaring pengaruh asing agar tidak mengikis nilai-nilai luhur warisan leluhur. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kita untuk menjaga kearifan lokal di tengah gelombang globalisasi.

Daftar Pustaka:

1. jurnal.untirta.ac.id/index.php/Candrasangkala/
2. opac.perpusnas.go.id
3. library.fis.uny.ac.id
4. slideshare.net/septianraha
5. academia.edu
6. repositori.kemdikbud.go.id
7. goodreads.com
8. kineruku.com
9. researchgate.net

Comments